A.
Kedatangan Islam Ke Indonesia
Teori yang menerangkan bahwa Islam pertama kali datang ke
Indonesia adalah dari Persi, agaknya untuk membuat bahwa Islam pertama kali
datang ke negeri kita beraliran Syiah. Asumsi atau dugaan demikian tidak bisa
di pertanggung jawabkan Dapat disimpulkan bahwa mubhalig-mubhalig Islam buat
pertama kali ke Indonesia itu datang dari Gujarat (pantai barat India, daerah
sebelah barat Ahamdabad.hal itu harus diartikan demikian:
Mubaligh-mubaligh itu datang dari Mekkah, Madinah mungkin
saa sebagian dari Yaman, lalu singgah beberapa saat di Gujarat sebelum
meneruskan perajalanan mereka ke timur (Indonesia-Malaysia –Filipina).
Kemungkinan itu besar juga, mengingat perjalanan ke timur itu di tempuh dengan
perahu-perahu layar mengarungi samudra Indonesia dan sangat jauh menempuh
perjalanan
Di sisi lain almarhum H. Agus Salim antara lain
menerangkan :”Nyatalah perhubungan dari tanah Islam di barat dengan negeri kita
ini sudah ada dari zaman kebesaran khlifah dalam abad 9. pada masa itu tidak
ada kapal-kapal bangsa lain dari pada bangsa Islam itu yang melayari lautan
itu. Malah boleh kita pastikan bahwa bangsa kita di sini- di Sumatra dan
Jawa - mendapat pelajaran dari pada bangsa Islam Arab dan Hindi itu,
yang pertama-tama sekali mendapatkan pedoman dan melahirkan pelajaran ilmu
falak untuk melayari lautan besar. Bangsa itu pula yang mula-mula mengadakan
gambar dan peta laut dan memperhatikan pertukaran angin bermusim-musim”
Bahwa
pada abad-III hijriah Al-mas’udi telah menyinggahai nusantara kita. Bisa di
duga bahwa Al-mas’udi bukanlah satu-satu menyinggahi tanah air kita. Seperti
dikatakan oleh H. Agus Salim, bahwa pada abad ke-9 masehi (kira-kira abad ke-2
hijriah) hubungan antara orang-orang islam dari Arab dengan bangsa kita sudah
terjalin. Sebab, sebagai dikatakan oleh ahli-ahli searah, hubungan antara orang-orang
Cina di Tiongkok sudah terjalin sebelum itu. Amatlah masuk di akal bahwa
pelayaran antara Arab – Tiongkok pastilah menyinggahi nusantara kita karena
mengarungi lautan yang demikian besar dan jauh itu sangat memerlukan tempat
singgah untuk menambah perbekalan dan menantikan iklim yang baik. Dan Indonesia
terletak antara negeri jazirah Arab dan Cina.
B. Islam dan Jaringan Perdagangan
Dengan pulau dan lautan yang lebih luas dari daratannya, Indonesia
mempunyai letak yang strategis dan potensial bagi pertumbuhan dan perkembangan
kebudayaan. Hal tersebut didorong oleh faktor lautan yang menjadi jalur
pelayaran antar pulau. Dengan jalur pelayaran terseebut, terjadilah jaringan
perdagangan antar pulau dan antar suka bangsa yang kemudian berkembang menjadi
jaringan internasional atau perdagangan antar bangsa. Kerajaan-kerajaan
Indonesia Hindu-Budha yang mempunyai jaringan perdagangan internasional,
biasanya merupakan kerajaan yang memiliki Bandar-bandar besar dan ibukota yang
berfungsi sebagai negara-kota. Dengan adanya jalur pelayaran sejak masa awal,
terjadilah jaringan perdagangan dan pertumbuhan serta perkembangan kota-kota
pusat, dengan kota-kota bandarnya.
Bertia Tome Pires memberikan gambaran keberadaan jalur pelayaran
dan jaringan kebudayaan internasional yang sudah tumbuh dan berkembang sekitar
abad ke-16. Berita-berita asing, ditunjang peta-peta kuno, hikayat, babat lokal
dan data arkeologis cukup menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah tumbuh dan
berkembangnya kesultanan di Indonesia telah berlangsung kegiatan pelayaran yang
membentuk jaringan perdagangan baik bersifat regional maupun internasional.
Berita Tionghoa dan Arab dari sekitar abad ke-7 atau ke-8 juga member bukti
adanya pelayaran dan jaringan perdagangan, di mana pedagang-pedagang Arab dan
Persia telah berperan dalam jaringan perdagangan internasional melalui selat
Malaka terus ke Tionghoa. Namun, dengan kedatangan VOC yang berambisi
untuk berusaha menerapkan monopoli dengan cara memerangi dan menanamkan politik
“Devide et Empera”-nya. Akibatnya, VOC mendapat perlawanan dan pemberontakan
oleh beberapa kesultanan. Kesultanan Aceh merupakan kesultanan yang paling
sulit ditaklukan oleh VOC Hindia-Belanda.
Bandar Komoditas Ekspor dan Impor
Telah ditegaskan bahwa kerajaan atau kesultanan yang tergolong
sebagai negara-kota yang terlibat dalam kegiatan perdagangan regional dan
internasional, memerlukan bandar sebagai tempat ekspor dan impor komoditas yang
dibutuhkan oleh masyarakat dan kesultanan yang bersangkutan. Di kesultanan
Demak, yang berfungsi sebagai kota bandar adalah Jepara, dan
bandar-bandar yang semula berada di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit seperti
Tuban, Gresik, Surabaya, dan Madura. Demikian pula kesultanan Aceh Darussalam, yang
bandarnya di sebut Lambri. Pemerintah kota Bandar biasanya diserahkan kepada
putra-putra sultan yang berkedudukan sebagai Tumenggung atau Adipati yang
membawahi para syah Bandar yang diangkat oleh sultan
Demikian pula jaringan perdagangan antara kesultanan yang
ada di Jawa, antara lain Cirebon dan Mataram yang dikuasai VOC sejak abad
ke-18, sedangkan di Sulawesi dan Kalimantan, VOC berhasil mengambil alih
perdagangan pada abad ke-8 sampai ke-19 Masehi.Di sisi lain, sebagaimana bukti
yang ada, diberitakan bahwa kesultanan Aceh Darussalam adalah kesultanan yang
sulit ditaklukan oleh VOC, untuk itu butuh waktu lama bagi VOC untuk menguasai
bandar di Aceh Darussalam.
Komentar
Posting Komentar