Bentuk strategi perjuangan pascakemerdekaan
Secara umum ada dua bentuk strategi perjuangan menghadapi ancaman Belanda. Pertama ialah perjuangan bersenjata. Perjuangan ini terjadi setelah proklamasi kemerdekaan. Belanda dan sekutunya masih tidak mau menerima bahwa Indonesia telah merdeka. Kedua ialah perjuangan melalui diplomasi. perjuangan ini dilakukan dengan perundingan untuk menyelesaikan masalah. Upaya dengan melakukan perundingan dianggap lebih efektif karena tidak memakan banyak korban jiwa.
Awal kedatangan Sekutu ditandai dengan dibomnya dua kota di Jepang yaitu kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945, membuat Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Sebagai pihak yang kalah perang, maka Jepang harus menarik semua pasukan di wilayah kekuasaannya di Asia, termasuk Indonesia dan diatur oleh SEAC (South East Asia Command). SEAC dipimpin oleh Lord Mountbatten (Amerika) yang berkedudukan di Singapura. Sedang untuk pelucutan senjata tentara Jepang di Indonesia dilakukan oleh AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies). Ada pun tugas AFNEI adalah:
- Membebaskan tawanan perang Sekutu yang ditahan Jepang.
- Menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang.
- Melucuti dan memulangkan tentara Jepang.
- Mencari dan menuntut penjahat perang.
Pasukan AFNEI yang akan menlucuti senjata tentara Jepang di Indonesia dibagi menjadi 2, dimana pendatarannya diatur oleh Lord Mountbatten di Singapura yaitu:
- Pasukan AFNEI Inggris yang dipimpin oleh Sir Philip Christisson. Pasukan ini bertugas melucuti senjata tentara Jepang yang ada di Sumatra dan Jawa.
- Pasukan AFNEI Australia yang dipimpin oleh Albert Thomas Blarney. Pasukan ini bertugas melucuti senjata tentara Jepang yang ada di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Ternyata pasukan AFNEI Inggris yang akan melucuti senjata Jepang di Indonesia di boncengi NICA (Belanda). Maksud NICA membonceng Sekutu tidak lain adalah ingin kembali menguasai wilayah Indonesia. Pada tanggal 15 September 1945, pasukan Sekutu yang diboncengi NICA mendarat di pelabuhan Tanjung Priok dengan menggunakan Kapal Chamberlain yang dipimpin oleh W.R Petterson dan disertai oleh dua tokoh NICA, yaitu Van Der Plass dan Van Mook. Inggris bersedia membawa NICA ke Indonesia karena terikat perjanjian rahasia dalam Civil Affairs Agreement di Chequers, London pada tanggal 24 Agustus 1945. Dimana isi perjanjian tersebut yaitu Inggris bertindak atas nama Belanda dan pelaksanaannya diatur oleh NICA yang bertanggung jawab kepada Sekutu.
Setelah mengetahui bahwa pasukan AFNEI Inggris diboncengi NICA dan ingin kembali merebut wilayah Indonesia, maka muncullah perlawanan rakyat diberbagai daerah di Indonesia. Rakyat ingin mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Berbeda dengan pasukan AFNEI Australia, yang dapat melaksanakan tugas melucuti tentara Jepang dengan lancar tanpa adanya perlawanan dari rakyat Indonesia.
Pada tanggal 29 September 1945, tentara AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) beserta NICA (Netherland Indies Civil Administration) mendarat di Jakarta. Awalnya sih ingin ngebebasin tawanan perang dan melucuti tentara Jepang. Tapi, kedatangan mereka ditentang oleh bangsa Indonesia. Maka, terjadilah beberapa pertempuran hebat di wilayah Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.
1. Pertempuran Surabaya (10 November 1945)
Kamu tahu Bung Tomo, Squad? Yaps. Neliau merupakan pemimpin pertempuran di Surabaya. Bung Tomo dengan tegas menolak ultimatum dari Inggris yang dipimpin oleh Mayjen E.C Marsergh. Isi ultimatum tersebut ialah para pejuang Indonesia harus menyerahkan diri paling lambat 10 November 1945 pukul 06:00 pagi. Apa reaksi Bung Tomo dan Arek-arek Suroboyo? Mereka memilih tetap mempertahankan kemerdekaannya. Pertempuran pada tanggal tersebut akhir pecah dan berlangsung selama tiga minggu.
2. Pertempuran Ambarawa (sejak 26 Oktober 1945)
Pertempuran ini dilatarbelakangi penipuan, Squad. Awalnya tuh NICA dan sekutunya datang ingin membebaskan tawanan perang. Eh malahan tawanan perang itu dipersenjatai setelah bebas. Pimpinan Sekutu Brigjen Bethell berusaha menguasai desa-desa di Ambarawa, namun ditentang oleh TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Dalam pertempuran itu Letkol Isdiman gugur dan digantikan Kolonel Soedirman. Pengepungan Ambarawa dari Banyumas, Salatiga, Surakarta, dan Yogyakarta berhasil dilakukan sehingga pasukan Sekutu muncur pada tanggal 15 Desember 1945. Hingga saat ini tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Infanteri di Indonesia.
3. Pertempuran Medan Area (sejak 13 Oktober 1945)
Pertempuran ini terjadi karena Sekutu di bawah pimpinan Brigjen. TED Kelly dan pimpinan NICA yaitu Raymond Westerling melakukan berbagai tindakan yang membuat marah rakyat, diantaranya:
- Membebaskan tawanan Belanda dan mempersenjatai KNIL (10 Oktober 1945)
- Melarang rakyat membawa senjata (18 Oktober 1945)
- Menduduki tempat penting dan menyerang Medan (10 Desember 1945)
Karena tindakan tersebut maka rakyat Medan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh Sekutu, hal ini yang menyebabkan terjadinya peristiwa Medan Area.
4. Pertempuran di Manado (Peristiwa Bendera Merah Putih) 14 Februari 1946
Untuk menyambut kemerdekaan, rakyat Manado segera mengambil alih kekuasaan dari pihak Jepang dan mengibarkan Sang Merah Putih. Kebahagiaan rakyat Minahasa dikejutkan dengan kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA (Netherland Indische Civil Administration) yang melarang rakyat mengibarkan bendera Merah Putih. Mereka memaksa rakyat mengibarkan bendera merah putih biru (bendera Belanda). Pada tanggal 14 Februari 1946 pukul 01.00, sejumlah tentara KNIL (Komenlijk Netherland Indische Large) yang setia kepada RI menyerang Belanda dan Sekutu, serta berhasil melucuti senjata dan menyobek warna biru sehingga tinggal merah putih. Saat itu pemimpin TKR adalah Ch. Taulu, Wuisan, dan J. Kaseger.
5. Peristiwa Bandung Lautan Api (23 Maret 1946)
Sejak bulan Oktober 1945, pasukan AFNEI memasuki Kota Bandung. Ketika itu TKR bersama rakyat sedang berjuang merebut senjata dari tangan Jepang. AFNEI menuntut kepada pasukan Indonesia untuk menyerahkan senjata dan disusul ultimatum yang memerintahkan TKR menginggalkan Kota Bandung Utara paling lambat tanggal 29 Oktober 1945. Namun, ultimatum tersebut tidak dipedulikan oleh TKR dan rakyat Bandung.
TKR yang dipimpin Arudji Kartawinata melakukan serangan terhadap kedudukan AFNEI. Keadaan itu berlanjut sampai memasuki tahun 1946. Untuk kedua kalinya pada taggal 23 Maret 1945, AFNEI mengeluarkan ultimatum agar TRI meninggalkan Kota Bandung. Bersamaan dengan itu sehari sebelumnya, pemerintah RI dari Jakarta mengeluarkan perintah yang sama. Akhirnya TRI Bandung patuh terhadap pemerintah meskipun dengan berat hati. Sambil mengundurkan diri, TRI membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan. Dalam pertempuran di Bandung, M. Thoha gugur.
6. Peristiwa Westerling di Makassar ( 7 Desember 1946)
Tragedi pembantaian westerling – Pembantaian Westerling / Westerling Makassar adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling. Peristiwa ini terjadi pada bulan Desember 1946-Februari 1947 selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).
Pembantaian yang dilakukan oleh tentara komando pasukan khusus Belanda bernama Depot Speciale Troepen (DST) pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling itu berlangsung sejak Desember 1946 hingga awal akhir 1947 Pengiriman DST dilakukan Belanda untuk mengatasi kegigihan rakyat Sulsel melakukan perlawanan usai proklamasi kemerdekaan Indonesia terhadap tentara NICA (Nederlands Indisch Civil Administration) yang kembali datang ke tanah air dengan membonceng tentara sekutu.Sebanyak 123 tentara pasukan pembunuh dipimpin Kapten Westerling datang ke Makassar pada 5 Desember 1946. Kedatangan DST itu untuk membantu tentara NICA yang sudah berada di Makassar bersama tentara sekutu pada 23 September 1945.
7. Pertempuran Margarana/ Puputan Margarana (18 November 1946)
Namanya haus kekuasaan ya begini ini contohnya. Sudah melakukan Perundingan Linggarjati yang menyatakan bahwa Jawa, Sumatra, dan Madura secara de facto, Belanda masih ingin menguasai Bali dan mendirikan Negara Indonesia Timur. Tentunya, pejuang di Bali saat itu menolaknya. Dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai, pertempuran dengan Belanda pecah di Tabanan. Mulanya, I Gusti Ngurah Rai bisa memenangkan perlawanan, namun Belanda meminta tambahan pasukan dan berhasil memukul mundur pasukan I Gusti Ngurah Rai dan beliau gugur dalam pertempuran tersebut.
Beberapa perjuangan melalui diplomasi antara lain Perjanjian Linggarjati, Perundingan Renville dan Konferensi Meja Bundar.
1. Perjanjian Linggarjati
Perjanjian ini dilaksanakan di Desa Linggarjati, perbatasan antara Cirebon dan Kuningan, pada tanggal 10 November 1946. Indonesia diwakili Sutan Syahrir, A.K. Gani, Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem. Pihak Belanda diwakuli Schermerhorn, dan penengah dari pihak Inggris diwakili Lord Killearn. Hasil dari perjanjian ini antara lain:
- Belanda mengakui secara de facto wilayah Jawa, Sumatra, dan Madura.
- RI dan Belanda membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
- RI dan Belanda membentuk Uni Indonesia-Belanda, Ratu Belanda sebagai ketuanya.
2. Komisi Tiga Negara (KTN)
Pendidikan Zone - Latar Belakang Pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN) dan Tugasnya - Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai badan dunia yang dalam hal ini Dewan Keamanan, ikut mengambil peran dalam upaya penyelesaian pertikaian antara Indonesia dengan Belanda. Lembaga yang dibentuk dinamakan Komisi Tiga Negara (KTN) yang anggotanya terdiri dari Belgia mewakili Belanda, Australia mewakili Indonesia dan Amerika Serikat sebagai pihak ke tiga yang ditunjuk oleh Belgia dan Australia.
Dewan Keamanan PBB, ikut mengambil peran dalam upaya penyelesaian pertikaian antara Indonesia dengan Belanda dengan membentuk suatu badan yang kemudian kita kenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN). Latar belakang pembentukan KTN ini bermula ketika pada tanggal 20 Juli 1947 Van Mook menyatakan, bahwa ia merasa tidak terikat lagi dengan persetujuan Linggarjati dan perjanjian gencatan senjata. Seperti diketahui bahwa pada tanggal 21 Juli 1947 tentara Belanda melancarkan agresi militer terhadap pemerintah Indonesia.
KTN bertugas mengawasi secara langsung penghentian tembak-menembak sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Dalam masalah militer KTN mengambil inisiatif, akan tetapi dalam masalah politik KTN hanya memberikan saran atau usul dan tidak mempunyai hak untuk menentukan keputusan politik yang akan diambil oleh Indonesia. Belanda membuat batas-batas wilayah dengan memasang patok-patok wilayah status quo. Kesulitan yang dihadapi oleh KTN adalah garis Van Mook, karena Belanda telah mempertahankannya. Garis Van Mook adalah suatu garis yang menghubungkan pucuk-pucuk pasukan Belanda yang maju sesudah perintah Dewan Keamanan untuk menghentikan tembak-menembak.
3. Perundingan Renville
Pernah kebayang nggak ngadain perundingan di atas sebuah kapal perang? Nah, ini pernah dilakukan pada 8 Desember 1947 – 17 Januari 1948. Yaps, ada sebuah perundingan di atas kapal perang angkatan laut Amerika Serikat bernama USS Renville, maka dari itu perjanjian ini disebut dengan Perjanjian Renville. Saat itu Indonesia diwakili oleh Amir Sjarifuddin dan Belanda diwakili oleh Abdulkadir Widjojoatmodjo. Dihadiri pula Komisi Tiga Negara yang diwakili oleh Richard Kirby, Paul van Zeeland, Frank Graham. Ada pun hasil dari perundingan ini ialah:
- Penghentian tembak menembak
- Daerah-daerah di belakang Garis van Mook harus dikosongkan dari tentara Indonesia.
- Belanda bebas membentuk negara federal di daerah-daerah yang diduduki melalui jajak pendapat terlebih dahulu.
- Akan dibentuk uni Indonesia-Belanda.
4. Perjanjian Roem-Royen ( 17 April 1949)
Perjanjian Roem Royen merupakan perjanjian antara Belanda dan Indonesia yang dilaksanakan lantaran Belanda melakukan Serangan Umum I ke Indonesia pasca kemerdekaan. Nama perjanjian ini diambil dari delegasi dua pihak, Moh Roem dari Indonesia dan Herman van Roijen dari Belanda. Melalui perjanjian ini, Belanda melakukan gencatan senjata dan mengembalikan kekuasaan sepenuhnya pada Indonesia. Perjanjian ini juga merupakan sebab diadakannya KMB atau Konferensi Meja Bundar.
Perjanjian Roem Royen merupakan perjanjian antara Belanda dan Indonesia yang dilaksanakan lantaran Belanda melakukan Serangan Umum I ke Indonesia pasca kemerdekaan. Nama perjanjian ini diambil dari delegasi dua pihak, Moh Roem dari Indonesia dan Herman van Roijen dari Belanda. Melalui perjanjian ini, Belanda melakukan gencatan senjata dan mengembalikan kekuasaan sepenuhnya pada Indonesia. Perjanjian ini juga merupakan sebab diadakannya KMB atau Konferensi Meja Bundar.
Latar Belakang Perjanjian Roem Royen
Tahu enggak sih, Quipperian, Perjanjian Roem-Royen ternyata diambil dari nama belakang pemimpin delegasi kedua belah pihak, yakni Mohammad Roem dari Indonesia dan Herman van Roijen dari Belanda. Yup, perjanjian ini merupakan deal antara Indonesia dan Belanda sebelum KMB (Konferensi Meja Bundar) berlangsung.
Perjanjian ini dimulai dari tanggal 14 April 1949 dan akhirnya disepakati dan ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.
Hal yang melatarbelakangi dibuatnya perjanjian ini adalah adanya serangan Belanda ke Yogyakarta dan juga berhasilnya Serangan Umum I yang dilakukan pasca proklamasi kemerdekaan. Selain itu, Belanda juga menahan para pemimpin Indonesia dan menuai kecaman dunia internasional, terutama Amerika Serikat dan Dewan PBB.
Akhirnya, setelah didesak tekanan dari luar negeri, perundingan Roem Royen pun dilaksanakan di bawah pengawasan UNCI (United Nations Commission for Indonesia) perubahan dari KTN (Komisi Tiga Negara).
Perjanjian ini dimulai dari tanggal 14 April 1949 dan akhirnya disepakati dan ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.
Hal yang melatarbelakangi dibuatnya perjanjian ini adalah adanya serangan Belanda ke Yogyakarta dan juga berhasilnya Serangan Umum I yang dilakukan pasca proklamasi kemerdekaan. Selain itu, Belanda juga menahan para pemimpin Indonesia dan menuai kecaman dunia internasional, terutama Amerika Serikat dan Dewan PBB.
Akhirnya, setelah didesak tekanan dari luar negeri, perundingan Roem Royen pun dilaksanakan di bawah pengawasan UNCI (United Nations Commission for Indonesia) perubahan dari KTN (Komisi Tiga Negara).
Tokoh-tokoh Perjanjian Roem Royen
Nah, berikut ini tokoh-tokoh atau delegasi yang hadir pada saat perjanjian berlangsung:
- Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mohammad Roem, dengan anggota Ali Sastroamijoyo, Dr. Leimena, Ir. Djuanda, Prof. Supomo, dan Laturharhary. Perundingan ini diperkuat juga dengan kehadiran Drs. Moh. Hatta dan Sri Sultan Hamengkubowono IX.
- Delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J. H. van Royen, dengan anggota Blom, Jacob, dr. Van, dr. Gede, Dr. P. J. Koets, Van Hoogstratendan, Dr. Gieben.
- UNCI dipimpin oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat, dibantu Critchley dari Australia dan Harremans dari Belgia.
Isi Perjanjian Roem Royen
Perundingan Roem Royen yang diadakan pada 7 Mei 1949 di Jakarta akhirnya menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:
- Indonesia menghentikan perang gerilya.
- Indonesia bekerja sama mengembalikan keamanan.
- Belanda menyetujui pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta.
- Belanda menghentikan operasi militer dan membebaskan semua tahanan perang dan politik.
- Belanda menyetujui Republik Indonesia sebagian dari NIS (Negara Indonesia Serikat).
- Belanda menyerahkan kedaulatan pada Indonesia secara utuh dan tak bersyarat.
- Belanda memberikan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban pada Indonesia.
- Belanda sesegera mungkin mengadakan KMB dan Indonesia akan menghadirinya.
Dampak Perjanjian Roem Royen
Nah, setelah perjanjian berlangsung, pasti ada dampaknya dong buat Indonesia. Apa saja dampak tersebut?
- Soekarno dan Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta dari pengasingan pada 6 Juli 1949.
- Penyerahan mandat kepresidenan kepada Soekarno oleh Syafruddin Prawiranegara (Ketua PDRI atau Pemerintahan Darurat Republik Indonesia).
- Gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia.
- Dilaksanakannya KMB di Den Haag, Belanda.
Well, gimana Quipperian? Semoga penjelasan simple mengenai Perjanjian Roem Royen di atas cukup membantu kamu, ya. Kalau kamu masih mau belajar materi Sejarah lainnya, langsung saja yuk subscribe Quipper Video. Di sana kamu akan belajar bareng tutor keren lewat video, rangkuman, dan latihan soal. Enggak bakalan nyesel, deh! Sampai jumpa di artikel lainnya, ya. Ciao!
Sumber:
https://learn.quipper.com/
http://www.zonareferensi.com/perjanjian-roem-royen/
id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Roem-Roijen
Sumber:
https://learn.quipper.com/
http://www.zonareferensi.com/perjanjian-roem-royen/
id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Roem-Roijen
5. Konferensi Inter Indonesia ( 19 -22 Juli 1949 dan 31 juli - 2 Agustus 1949)
Konferensi Inter-Indonesia
Pernyataan dalam perundingan Roem-Royen bahwa Indonesia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar maka pihak Indonesia mempersiapkan diri dengan melaksanakan Konferensi Antar Indonesia. Konferensi Inter Indonesia mempertemukan pihak Indonesia dan BFO (Negara Boneka Bentukan Belanda).
Tujuan konferensi Inter Indonesia untuk membentuk negara Federal yang merupakan salah satu syarat Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk mendapatkan pengakuan Kedaulatan dari Belanda. Konferensi antar Indonesia pertama diadakan pada 19 - 22 Juli 1949 dipimpin Wakil Presiden RI Drs. Moh. Hatta. didalam Konferensi Inter-Indonesia yang pertama berhasil mencapai keputusan sebanyak 5 poin, diantaranya:
- Nama Negara Federal adalah Repoblik Indonesia Serikat (RIS)
- RIS akan diketuai oleh seorang Presiden yang dipilih oleh negara bagian RI dan BFO Bijeenkomst voor Federaal Overleg/Badan Permusyawaratan Federal
- RIS akan menerima kedaulatan dari pihak Repoblik Indonesia dan kerajaan Belanda
- Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional
- Pertahanan negara adalah hak pemerintah RIS
Mohammad Hatta Pemimpin Konferensi Inter-Indonesia |
Setelah berhasil memutuskan dan menetapkan nama negara Federal yaitu RIS beserta Kelengkapannya akhirnya diputuskan untuk mengadakan Konferensi Inter-Indonesia yang kedua. Sidang Konferensi Antar Indonesia yang kedua pada 30 Juli 1949 bertujuan untuk menentukan atribut Negara beserta pembentukan panitia untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar yang akan diadakan di Den Haag Kerajaan Belanda pada 23 Agustus 1949. adapun hasil keputusan yang dicapai dalam Konferensi Antar Indonesia kedua yaitu:
- Bendera RIS adalah sang Merah Putih
- Lagu Indonesia Raya merupakan lagu kebangsaan RIS
- Bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa nasional RIS
- Presiden RIS dipilih oleh para wakil RI dan BFO
- Anggota MPRS ditentukan oleh 16 negara bagian
- Membentuk Panitia Persiapan Nasional untuk menghadapai Konferensi Meja Bundar
Suasana Konferensi Antar Indonesia |
Terselenggara Konferensi Antar Indonesia pertama dan Konferensi Antar Indonesia yang kedua menandakan kesiapan dan keseriusan bangsa Indonesia dalam menyambut kedaulatan yang akan dilaksanakan. Penyerahan kedaulatan RIS rencananya akan dilaksanakan pada 23 Agustus 1949 dengan tempat pelaksanaan di Den Haag, Kerajaan Belanda. Didalam Konferensi Meja Bundar inilah kemudian dibahas tentang status kedaulatan RIS.
6. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Kali ini ada sebuah perundingan yang dilakukan di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus 1949 – 2 November 1949. Nama perundingan tersebut ialah Konferensi Meja Bunda. Iya, namanya meja bundar karena meja untuk konferensi memang membentuk sebuah bundaran. Pada saat itu Belanda diwakili Mr. Van Maarseveen, perwakilan Indonesia diwakili oleh Moh. Hatta, dan delegasi UNCI ialah Chritchley. Ada pun hasil dari Konferensi Meja Bundar ialah:
- Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS).
- Masalah Irian Barat diselesaikan setahun kemudian.
- RIS harus membayar utang-utang Belanda sampai pengakuan kedaulatan.
- RIS mengembalikan hak milik Belanda seperti perusahaan-perusahaan Belanda.
7. Penyerahan Kedaulatan (27 Desember 1949)
27 Desember 1949: Hari Kemerdekaan RI yang Diakui Belanda
Liputan6.com, Jakarta - Di penghujung Perang Dunia II, sebuah republik baru lahir lewat proklamasi kemerdekaan yang ditandatangani Sukarno-Hatta, atas nama seluruh rakyat Indonesia.
Tanggal 17 Agustus 1945 adalah hari keramat bagi bangsa Indonesia. Namun, Belanda kala itu tak sudi mengakuinya.
Belanda yang menjajah Indonesia sejak Abad ke-16, mau kehilangan wilayah koloni di Asia yang jadi sumber pundi-pundi kekayaan: teh, kopi, rempah-rempah, tekstil, minyak, mineral, dan banyak lainnya.
Seperti dikutip dari situs Radio Netherlands Worldwide (RNW), Pemerintah Belanda pun merespons dengan mengirim pasukan ke Hindia, untuk melakukan apa yang disebut sebagai 'Aksi Polisionil'.
Belanda menghindari istilah 'perang kolonial', menolak untuk mengakui bahwa itu adalah konflik antara dua negara dan menganggapnya sebagai masalah internal.
Aksi polisionil besar-besaran dilakukan dua kali: Agresi Militer I dan II. Tujuannya, mengembalikan Nusantara sebagai sapi perah Holland.
Pertempuran tak hanya melibatkan bedil dan bambu runcing, tapi juga perang urat syarat di meja perundingan.
Dari Perjanjian Linggarjati, Renville, hingga Roem-van Roijen, perundingan berujung pada penyerahan kedaulatan dari Negeri Belanda ke Republik Indonesia pada 27 Desember 1949.
Kabar tersebut disambut kegembiraan. "Drum berhias pita merah putih ditabuh di Jawa, Sumatra, Bali, Kalimantan, hingga Timor," demikian cuplikan isi artikel "Indonesia Opens New Chapter as Sovereign State", yang dimuat koran Australia Canberra Times pada 28 Desember 1949.
"Hari ini, Batavia kembali ke nama lamanya, Jakarta."
Sementara, warga dan tentara Belanda mengangkat gelas untuk, bersulang untuk Ratu Juliana serta bersiap menutup lembaran terakhir penjajahan selama 300 tahun lebih.
Upacara penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia digelar tiga kali.
Pertama, di Amsterdam, tepatnya di Istana Op de Dam. Wakil Presiden sekaligus perdana menteri, Mohamad Hatta memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
"Kedua negara (Belanda dan Indonesia) tak lagi saling berlawanan, kini kita berdiri berdampingan," kata Ratu Belanda Juliana kala itu, sesaat setelah naskah penyerahan kedaulatan ditandatangani.
Bung Hatta yang bicara Bahasa Indonesia dalam sebuah pertemuan KMB menekankan pentingnya penyelesaian damai konflik dua negara. "Empat tahun lamanya rakyat kita timbal balik hidup dalam persengketaan, karena merasa dendam di dalam hati ... Bangsa Indonesia dan Bangsa Belanda, kedua-duanya akan mendapat bahagianya. Anak cucu kita, angkatan kemudian akan berterima kasih pada kita," kata dia.
2 dari 2 halaman
Upacara Sakral
Sementara itu di Istana Negara, Jakarta, penyerahan kedaulatan dilakukan antara wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia Tony Lovink dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, sebagai wakil perdana menteri.
Setelah penandatanganan itu, Sultan dan Tony Lovink keluar, berdiri di depan Istana. Di sana bendera Belanda diturunkan.
"Sebentar terdengar sorakan, tapi segera berhenti," demikian diungkapkan Herman Burgers, tentara Belanda yang menjadi saksi peristiwa tersebut -- meski hanya lewat radio --dalam bukunya De Garoeda en de Ooievaar, seperti Liputan6.com kutip dari situs Radio Nederland.
Lalu, senyap, semua diam. Bendera Merah-Putih dikibarkan dalam suasana dramatis. Namun, "Ada kecelakaan kecil, karena bendera itu sempat tertahan. Seorang prajurit Belanda membantu prajurit TNI membereskannya, lalu tibalah saat yang dinanti-nanti, sang saka merah putih berkibar," tambah Herman. Maka pecahlah sorak sorai ribuan orang.
Dari penuturan Herman, ternyata ada upacara lain yang dilaksanakan hari itu. Yang tidak disiarkan lewat radio. Upacara ketiga tersebut dilakukan di Gedung Negara, Yogyakarta. Di tengah rapat Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI).
Sukarno kala itu menyerahkan tugas-tugas kepresidenannya untuk sementara kepada Assaat, ketua KNIP. Sesudah itu, Assaat, sebagai wakil Republik Indonesia yang didirikan pada tanggal 17 Agustus 1945, menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat yang diwakili oleh presiden terpilihnya: Sukarno sendiri.
"Yang bagi saya penting adalah tindakan simbolisnya. Assaat menyerahkan sebuah kotak kayu berisi bendera yang pada tanggal 17 Agustus 1945 dikibarkan di Pegangsaan Timur 56. Bendera itu dijahit sendiri oleh Fatmawati," kata Herman.
Menurut dia, upacara ketiga punya arti sangat penting. "Upacara ini harus berlangsung karena kedaulatan Indonesia tidak hanya berdasarkan pada yang diterimanya dari Belanda."
Namun juga didasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945. Penegasan bahwa kemerdekaan RI direbut dan diperjuangkan, bukan sekedar hadiah.
Awalnya Belanda kukuh mengakui kemerdekaan Indonesia adalah pada 27 Desember 1949, hari ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani. Bukan pada 17 Agustus 1945.
Pengakuan baru diberikan pada pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dalam pidato Menlu Belanda Bernard Rudolf Bot di Gedung Departemen Luar Negeri di Jakarta.
Bot juga menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 Kemerdekaan RI di Istana Negara, Jakarta. Untuk kali pertamanya dalam sejarah.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Aprilano
BalasHapusRifandi annas
BalasHapusRangga
BalasHapusFalnetino
BalasHapusLudfiii
BalasHapusAntonzzz
BalasHapusRisky Cp
BalasHapusDina Amalia
BalasHapusGenta gareng
BalasHapusKenjirama (jerry)
BalasHapusUpt gz
HapusDendra
BalasHapusRafi Dwi Setyawan
BalasHapusAđź’–
HapusIchsan x tp b
BalasHapusSilfiyana XMMB
BalasHapusFadila calista XMMB
BalasHapussiti nur X MMB
BalasHapusFebri XMMB
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus