Langsung ke konten utama

BAB IX. ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA

Bentuk-Bentuk Ancaman Disintegrasi Bangsa
Indonesia


Sebagai negara yang baru memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia pada saat itu mulai berbenah dan berusaha menyiapkan sistem pemerintahan baru yang ideal, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dan bangsa, juga sesuai dengan konstitusi dan UUD 1945.
Sebagai negara dengan kepulauan terbesar di dunia, tentunya banyak kepentingan dari berbagai kelompok yang tersebar di berbagai penjuru nusantara. Banyaknya kepentingan ini, memicu timbulnya konflik-konflik yang bisa mengancam keutuhan negara.
Disintegrasi bangsa adalah sebuah kejadian ketika suatu bangsa mengalami perpecahan. 3 faktor yang menjadi penyebabnya. Pertama itu karena adanya konflik ideologi, kedua itu karena konflik kepentingan atau ketentaraan, dan yang ketiga itu karena adanya konflik kenegaraan atau sistem pemerintahan.

Ancaman Disintegrasi Bangsa

Konflik Ideologi
1. Pemberontakan PKI Madiun. 
Awalnya, ancaman itu muncul setelah Amir Syarifuddin diberhentikan dari kursi perdana menteri Soekarno - Hatta. Amir merupakan perdana menteri ekonomi kedua Republik Indonesia.
Amir Syarifuddin pun kecewa dengan keputusan penurunannya itu. Ia kemudian membuat Front Demokrasi Rakyat. Sebuah organisasi gabungan dari partai-partai kiri, atau yang berhaluan komunis di Indonesia. Tiga partai yang bergabung dalam FDR adalah Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai Buruh Indonesia (PBI).
Amir Syarifuddin kemudian mendapat bantuan dari Musso, yang merupakan tokoh dari PKI. Sepulangnya dari Moskow, Musso dengan PKI Madiunnya, langsung bergabung dengan FDR untuk mencapai tujuannya tersebut.
Tujuan Amir Syarifuddin membentuk FDR adalah untuk menjatuhkan kabinet Mohammad Hatta. Sementara Musso, ingin mendirikan Negara Sosialis Indonesia yang berpusat di Madiun.
Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamirkan berdirinya Republik Soviet Indonesia yang berpusat di Madiun.
Kabar ini pun sampai ke pemerintah pusat. Untuk mencegah pemberontakan yang terus berlanjut, pemerintah pun mengirim angkatan bersenjata ke Madiun, dan terjadilah pertempuran.
Akibat pertempuran ini, Musso yang merupakan pimpinan PKI, tertembak mati. Sedangkan Amir Syarifuddin tertangkap dan dipenjara. Sementara pasukan PKI lainnya, ada yang ditangkap, dan sebagian lagi kabur ke daerah kediri.
2. Pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia).
Pemberontakan terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Ada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh, dan Sulawesi Selatan.
Pemberontakan DI/TII ini bermula di Jawa Barat. Setelah terjadinya Perjanjian Renville, TNI yang berada di dalam garis markas Van Moek, harus memindahkan pasukannya ke wilayah RI. Pasukan TNI yang saat itu berada di Jawa Barat, juga diminta pindah ke wilayah-wilayah RI seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan juga beberapa wilayah Sumatera.
Namun, kebijakan ini ditolak oleh beberapa tentara Indonesia yang berada di Jawa Barat, yaitu tentara Hizbullah dan tentara Sabilillah yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Kartosuwiryo dengan dukungan pasukan tentara Islam yang melihat adanya kekosongan kekuasaan di Jawa Barat, langsung memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia, tepatnya pada bulan Agustus 1948.
Pemberontakan yang dilakukan oleh DI/TII ini langsung direspon oleh pemerintah dengan mengirimkan pasukan tentara divisi Siliwangi. Operasi penyerbuan ini bernama operasi Baratayudha atau operasi pagar betis.
Operasi Baratayudha ini berhasil menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Barat. Sedangkan Kartosuwiryo, pada tahun 1962 terbunuh akibat terkena tembakan pasukan tentara Siliwangi, di Tasikmalaya.
Lalu bagaimana dengan DI/TII yang berada di wilayah lainnya?
Gejolak pemberontakan karena perbedaan ideologi ini tetap tumbuh dan terjadi di beberapa wilayah. Namun, pemerintah melalui tentaranya berhasil menumpas dan menaklukkan pasukan-pasukan DI/TII beserta para pimpinannya.

Persebaran DITII di Indonesia

3. Pemberontakan G30S PKI 
Banyak versi yang mengatakan bahwa gerakan ini hanyalah propaganda pemerintah orde baru, ada juga yang bilang ini adalah konflik angkatan darat, ada yang bilang salah PKI, ada juga yang bilang salah dari CIA.

Latar Belakang G30S/PKI

Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun. Pemberontakan tersebut dipelopori oleh Amir Syarifuddin dan Muso. Tujuan dari pemberontakan itu adalah untuk menghancurkan Negara RI dan menggantinya menjadi negara komunis.
Bahkan, dengan adanya ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Hal ini hanya akan membukakan jalan bagi PKI untuk melancarkan rencana-rencananya. Yang salah satunya sudah terbukti adalah pemberontakan G-30-S-PKI yang dipimpin oleh DN. Aidit. Pemberontakan itu bertujuan untuk menyingkirkan TNI-AD sekaligus merebut kekuasaan pemerintahan.
Selain karena ingin merebut kekuasaan, ada juga factor lain yang membuat mereka melakukan pemberontakan itu, yakni :
  • Angkatan Darat menolak pembentukan Angkatan kelima
  • Angkatan Darat menolak Nasakomisasi karena ajaran ini dianggap hanya akan menguntungkan kedudukan PKI untuk yang kesekian kalinya.
  • Angkatan Darat menolak Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini merupakan suatu langkah yang bijak menyangkut adanya Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia hanya akan membantu Cina meluaskan semangat revolusi komunisnya di Asia Tenggara, dan akan merusak hubungan baik dengan negara-negara tetangga.

Sejarah G30S/PKI

Sebelum peristiwa 30S PKI terjadi, Partai Komunis Indonesia sempat tercatat sebagai partai Komunis terbesar di dunia. Hal ini  didukung dengan adanya sejumlah partai komunis yang telah tersebar di Uni Soviet dan Tiongkok.
Semenjak dilakukannya audit  pada tahun 1965, setidaknya ada 3,5 juta pengguna aktif yang bernaung menjalankan program dalam partai ini. Itu pun belum termasuk dengan 3 juta jiwa yang menjadi kader dalam anggota pergerakan pemuda komunis.
Di sisi lain, PKI juga memiliki hak kontrol secara penuh terhadap pergerakan buruh, kurang lebih ada 3,5 juta orang telah ada di bawah pengaruhnya. Belum sampai disitu, masih ada 9 juta anggota lagi yang terdiri dari gerakan petani dan beberapa gerakan lain. Misal pergerakan wanita, pergerakan sarjana dan beberapa organisasi penulis yang apabila dijumlahkan bisa mencapai angka 20 juta anggota beserta para pendukungnya.
Masyarakat curiga dengan adanya pernyataan isu bahwa PKI adalah dalang dibalik terjadinya peristiwa 30 September yang bermula dari kejadian di bulan Juli 1959, yang mana pada saat itu parlemen telah dibubarkan. Sementara Presiden Soekarno justru menetapkan bahwa konstitusi harus berada di bawah naungan dekrit presiden.
PKI berdiri dibelakang dukungan penuh dekrit presiden Soekarno. Sistem Demokrasi Terpimpin yang diusung oleh Soekarno telah disambut dengan antusias oleh PKI.   Karena dengan adanya sistem ini, diyakini PKI mampu menciptakan suatu persekutuan konsepsi yang Nasionalis, Agamis dan Komunis dengan singkatan NASAKOM.

Peristiwa G30S/PKI

Pahlawan Revolusi
Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, pasukan G-30-S-PKI mulai bergerak dari Lubang Buaya dan menyebar ke segenap penjuru Jakarta. PKI menduduki beberapa instalasi vital di Ibukota seperti Studio RRI, pusat Telkom dan lain-lain. Pasukan Pasopati berhasil melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira TNI-AD yang menjadi target operasi. Enam Jenderal yang menjadi korban keganasan G-30-S-PKI ialah sebagai berikut:
  1. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
  2. Mayjen Haryono Mas Tirtodarmo (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
  3. Mayjen R.Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
  4. Mayjen Siswono Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
  5. Brigjen Donald Izacus Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
  6. Brigjen Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Sementara itu, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil meloloskan diri dari penculikan. Akan tetapi, putrinya Ade Irma Suryani terluka parah karena tembakan penculik dan akhirnya meninggal di rumah sakit.
Ajudan Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean ikut menjadi sasaran penculikan karena wajahnya mirip dengan Jenderal Nasution. Ketika itu juga tertembak Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun, pengawal rumah Waperdam II Dr.J. Leimena yang rumahnya berdampingan dengan rumah Nasution.
Lolosnya Nasution, membuat Aidit dan koleganya cemas karena akan menimbulkan masalah besar. Untuk itu, Suparjo menyarankan agar operasi dilakukan sekali lagi. Saat berada di istana, Suparjo melihat bahwa militer di kota dalam keadaan bingung. Akan tetapi, para pemimpin gerakan pada saat itu tidak melakukan apa-apa. Hal ini menjadi salah satu penyebab kehancuran operasi mereka.
Sementara itu, sesudah PKI dengan G 30 S/PKI nya berhasil membunuh para pimpinan TNI AD, kemudian pimpinan G 30 S/PKI mengumumkan sebuah dektrit melalui RRI yang telah berhasil pula dikuasai. Dekrit tersebut diberinya nama kode Dekrit No 1 yang mengutarakan tentang pembentukan apa yang mereka namakan Dewan Revolusi Indonesia di bawah pimpinan Letkol Untung. Berdasarkan revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, dekrit no 1 tersebut, maka Dewan Revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, Dekrit no 2 dari G 30 S/PKI tentang penurunan dan kenaikan pangkat (semua pangkat diatas  Letkol diturunkan, sedang prajurit yang mendukung G 30 S/PKI dinaikan pangkatnya 1 atau 2 tingkat).

Tujuan G30S/PKI

Berikut ini terdapat beberapa tujuan G30S/PKI, antara lain:
  • Bahwa Gerakan 30 September adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya,
  • Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan mengkomuniskannya.
  • Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut.
  • Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.

Pengaruh G30S/PKI Bagi Bangsa Indonesia

Setelah peristiwa G30S/PKI berakhir, kondisi politik Indonesia masih belum stabil. Situasi Nasional sangat menyedihkan, kehidupan ideologi nasional belum mapan. Sementara itu, kondisi politik juga belum stabil karena sering terjadi konflik antar partai politik. Demokrasi Terpimpin justru mengarah ke sistem pemerintahan diktator. Kehidupan ekonomi lebih suram, sehingga kemelaratan dan kekurangan makanan terjadi dimana-mana.
Presiden Soekarno menyalahkan orang-orang yang terlibat dalam perbuatan keji yang berakhir dengan gugurnya Pahlawan Revolusi serta korban– korban lainnya yang tidak berdosa. Namun Presiden Soekarno menyatakan gerakan semacam G30S/PKI dapat saja terjadi dalam suatu revolusi. Sikap Soekarno ini diartikan lain oleh masyarakat, mereka menganggap Soekarno membela PKI. Akibatnya, popularitas dan kewibawaan Presiden menurun di mata Rakyat Indonesia. Demonstrasi besar-besaran terjadi pada tanggal 10 Januari 1966.
Para demonstran ini mengajukan tiga tuntutan yang terkenal dengan sebutan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat), meliputi sebagai berikut :
  • Pembubaran PKI
  • Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
  • Penurunan harga – harga (Perbaikan Ekonomi).
Tindakan Pemerintah lainnya adalah mengadakan reshuffle (perombakan) Kabinet Dwikora. Pembaharuan Kabinet Dwikora terjadi tanggal 21 Februari 1966 dan kemudian disebut dengan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan. Mengingat jumlah anggota mencapai hampir seratus orang, maka kabinet itu sering disebut dengan Kabinet Seratus Menteri.
Menjelang pelantikan Kabinet Seratus Menteri pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI melakukan aksi serentak. Dalam demonstrasi itu gugur seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Arief Rahman Hakim.
Peristiwa itu berpengaruh besar terhadap maraknya gelombang aksi demonstrasi. Di Istana Bogor ketiga perwira tinggi itu mengadakan pembicaraan langsung dengan Presiden yang didampingi oleh Dr. Subandrio, Dr. J. Leimena dan Dr. Chaerul Saleh. Sesuai dengan kesimpulan pembicaraan, maka ketiga perwira TNI – AD itu bersama dengan Komandan Resimen Cakrabirawa, Brigjen Sabur diperintahkan membuat konsep surat perintah kepada Letjen Soeharto yang kemudian Surat Perintah itu lebih dikenal dengan sebutan Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR). Isi pokoknya adalah memerintahkan kepada Letjen Soeharto atas nama Presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden.

Penumpasan G30S/PKI

Berikut ini terdapat beberapa penumpasan G30S/PKI, antara lain:
  1. Menetralisipasi pasukan yang berada di sekitar Medan Merdeka yang dimanfaatkan oleh kaum G30S/PKI.
  2. Operasi militer tentang penumpasan G30S/PKI mulai dilakukan sore hari.
  3. Pasukan RPKAD berhasil menduduki kembali gedung RRI pusat, gedung telekomunikasi dan mengamankan seluruh wilayah Medan Merdeka tanpa terjadi bentrokan senjata.
  4. Pasukan Batalyon 238 Kujang/Siliwangi berhasil menguasai lapangan banteng dan mengamankan markas Kodam V/Jaya dan sekitarnya.
  5. Presiden Soekarno meninggalkan Halim Perdana Kusuma menuju Istana Bogor. Pasukan RPKAD bergerak menuju sasaran dipimpin oleh Kolonel Subiantoro.
  6. Dalam gerakan pembersihan ke kampung-kampung di sekitar lubang buaya, Ajun Brigadir Polisi Sukitman yang sempat ditawan oleh regu penculik berhasil meloloskan diri.
  7. Pada tanggal 3 Oktober 1965 berhasil ditemukan jenazah para perwira tinggi AD yang telah dikuburkan dalam sumur tua.
  8. Keesokan harinya bertepatan dengan HUT ABRI tanggal 5 Oktober jenazah mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Mereka dianugerahi gelar pahlawan Revolusi.

Penumpasan G30S/PKI Di Jawa Tengah dan Yogyakarta

Berikut ini terdapat beberapa penumpasan G30S/PKI di Jawa Tengah dan Yogyakarta, antara lain:
  1. Brigjen Surjosumpeno segera memanggil para perwira untuk melakukan taklimat.
  2. Pangdam memerintahkan kepada para pejabat supaya tetap tenang dan berusaha untuk menenangkan rakyat karena situasi yang sebenarnya belum diketahui. Berangkat ke Magelang untuk menyusun kekuatan.
  3. Tanggal 2 Oktober membebaskan kota Semarang dengan kekuatan 2 pleton BTR.
  4. Kota demi kota yang pernah dikuasai oleh pihak G30S/PKI itu berhasil direbut kembali.
  5. Dibentuk Komando Operasi Merapi yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edi Wibowo.
  6. Kolonel Sahirman, Kolonel Maryono, dan Kapten Sukarno berhasil ditembak mati.
  7. Di Blitar dengan nama Operasi Trisula.
  8. Di luar Jakarta dan Jawa Tengah cukup dilakukan dengan Gerakan Operasi Territorial.

Konflik Kepentingan atau Ketentaraan
1. konflik APRA atau Angkatan Perang Ratu Adil
APRA terjadi di Bandung, Jawa Barat pada Januari tahun 1950.
Tokoh bernama Jayabaya meramal bahwa suatu saat akan hadir seorang Ratu Adil, yaitu pemimpin yang akan membawa kemakmuran.
Memanfaatkan ramalan Jayabaya ini, Komandan pasukan Belanda yang bernama Raymond Westerling, berusaha mempengaruhi dan mendapatkan dukungan dari masyarakat Bandung. Tujuan Westerling adalah mempertahankan Pasundan sebagai negara federal dan menghancurkan tentara APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat.
Raymond Westerling
Raymond Westerling. Sumber: Riaubernas.com
Raymond Westerling kemudian mendapat dukungan dari Sultan Hamid II yang berasal dari Pontianak. Sultan Hamid II bergabung bersama APRA, karena merasa kecewa dengan pemerintah Indonesia, karena ia tidak dijadikan menteri pertahanan.
Sultan Hamid II memiliki rencana untuk melakukan pembunuhan terhadap Sultan Hamengkubuwono IX yang saat itu menjabat sebagai menteri pertahanan, dan juga T.B. Simatupang.
Raymond Westerling dan Sultan Hamid II beserta pasukannya yang merupakan bekas tentara KNIL, berencana melakukan penyerangan ke Jakarta.
sultan-hamid-ii
Sultan Hamid II. Sumber: Boombastis.com
Mengetahui hal ini, pemerintah Indonesia pun tidak tinggal diam. Pemerintah memerintahkan pasukan militernya untuk melakukan operasi militer untuk menumpas APRA ini. Untuk tahun penumpasannya juga terjadi di tahun 1950. Memang pemberontakan APRA ini tidak berlangsung lama. Sampai akhirnya Sultan Hamid II berhasil ditangkap dan dijatuhkan hukuman mati. Sementara, Raymond Westerling, berhasil kabur ke Belanda.
Pemberontakan yang terjadi di sepanjang bulan Maret sampai April 1950, di Makassar, Sulawesi Selatan. Andi Aziz dulunya adalah pasukan KNIL atau tentara Hindia Belanda. Andi Aziz bersama pasukannya melakukan pemberontakan karena merasa tidak senang dengan kedatangan APRIS.
Dalam pemberontakan ini, Andi Aziz menculik beberapa panglima APRIS. Selain tidak senang dengan kedatangan APRIS, Andi Aziz juga berusaha untuk mempertahankan Negara Indonesia Timur (NIT).
Pemberontakan Andi Aziz ini langsung ditaklukkan oleh pasukan militer Indonesia yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang. Sebelum penyerbuan ini, sebenarnya Andi Aziz sudah diberikan toleransi oleh pemerintah untuk melapor ke Jakarta dalam tenggang waktu 4x24 jam. Pemerintah ingin mencoba mengakomodir keinginan Andi Aziz.
Namun kedatangan Andi Aziz ke Jakarta melewati batas waktu. Sehingga, ketika Andi Aziz datang ke Jakarta, ia langsung ditangkap dan diadili.
3. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemberontakan RMS ini dilatarbelakangi oleh adanya penolakan masyarakat Maluku, terhadap terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka menolak jika Negara Indonesia Timur, digabungkan ke dalam NKRI.
Tapi, masyarakat dari Indonesia bagian timur lainnya, memilih untuk bergabung dengan NKRI, maka dari itu, masyarakat Maluku mendirikan negaranya sendiri, yaitu Republik Maluku Selatan.
Pemberontakan RMS ini terjadi pada 25 April 1950, dengan dipimpin oleh Mr. Dr. Christiaan Robbert Steven Soumokil. Chris Soumokil ini merupakan mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur.
Untuk mengkondisikan RMS ini, pemerintah Indonesia pun mengirimkan Dr. J. Leimena untuk berunding dengan Soumokil. Namun, usaha Leimena ini tidak berujung manis. Soumokil tetap tidak ingin berunding dengan NKRI.
Kemudian, Kolonel Alex Kawilarang bersama pasukannya dikirim untuk menaklukkan RMS. Akhirnya, pada tahun 1963 Soumokil berhasil ditangkap di pulau Seram dan dijatuhi hukuman mati.
Konflik Kenegaraan atau Sistem Pemerintahan
1. PRRI/PERMESTA. 
PRRI merupakan singkatan dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia. Sedangkan PERMESTA singkatan dari Perjuangan Rakyat Semesta.
Pergerakan PRRI/PERMESTA ini terjadi di Sulawesi dan Sumatera. Alasan munculnya gerakan ini, karena angkatan darat yang ada di Sulawesi dan Sumatera, merasa tidak diperlakukan adil dalam hal kesejahteraan. Mereka merasa kalau angkatan darat di Jawa jauh lebih sejahtera dan makmur.
Nah, karena hal itu, mereka pun mulai mendirikan dewan-dewan sendiri. Ada Dewan Benteng, Dewan Gajah, Dewan Manguni, dan juga Dewan Garuda. Tujuan dibuatnya dewan-dewan ini, adalah untuk merebut pemerintahan di daerahnya masing-masing.
Dewan-dewan ini pun memiliki pemimpinnya masing-masing, di antaranya
  1. Dewan Banteng di Sumbar dipimpin oleh Kolonel Achmad Husein
  2. Dewan Gajah di Medan dipimpin oleh Maludin Simbolon
  3. Dewan Manguni di Manado dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual
  4. Dewan Garuda di Sumsel dipimpin oleh Letkol Barlian
Dewan-dewan ini pun disatukan oleh Letkol Achmad Husein pada 15 Februari 1958, bersama Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri Sumatera Barat, dalam sebuah pemberontakan PRRI.
Achmad Husein sekaligus mengultimatum pemerintah pusat, bahwa telah dibentuk pemberontakan dan didirikan. Kabar tentang pemberontakan PRRI ini pun menyebar ke daerah-daerah Sulawesi lainnya. Karena hal itu, muncullah gerakan dukungan dari masyarakat untuk PRRI, yang bernama PERMESTA.
Pemberontakan ini pun langsung direspon oleh Pemerintah Pusat dengan melakukan operasi militer. Operasi militer yang pertama itu ditujukan untuk meredam PRRI, dan operasi ini bernama Operasi 17 Agustus, dipimpin oleh Letkol Achmad Yani.
Sedangkan operasi untuk meredam PERMESTA, dinamakan Operasi Merdeka dan dipimpin oleh Letkol Rukminto H.
Naaah begitulah kira-kira gambaran terjadinya ancaman disintegrasi bangsa yang pernah terjadi di Indonesia. Konflik-konflik itu terjadi dalam waktu yang berdekatan, dan terjadi setelah Soekarno memproklamirkan Indonesia.
Sumber:
Https://blog.ruangguru.com/ancaman-disintegrasi-bangsa)t
Htps://kelasips.co.id/sejarah-g30s-pki/


Komentar

  1. If you're trying to lose pounds then you certainly need to try this brand new tailor-made keto plan.

    To create this keto diet, licensed nutritionists, personal trainers, and top chefs joined together to produce keto meal plans that are useful, convenient, money-efficient, and satisfying.

    From their launch in 2019, thousands of clients have already transformed their figure and well-being with the benefits a good keto plan can give.

    Speaking of benefits; in this link, you'll discover eight scientifically-certified ones given by the keto plan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Drama Detik-detik Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Prambanan (20/1) Naskah Drama Detik-detik Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Diambil dari berbagai sumber, oleh Wawan Teamlo) ditulis kembali oleh Atik ANNOUNCER : 15 Agustus 1945  Para Pemuda  mendesak Golongan Tua untuk memproklamasikan Indonesia gagal,  para pemuda lalu melaksanakan pertemuan di Jalan Cikini 71. Mereka lalu sepakat untuk menculik Soekarno-Hatta dan membawa mereka ke Rengasdengklok. Wikana              : (mengetuk pintu dengan keras) “Bung Karno, Bung Karno!” Soekarno           : (membuka pintu) “Iyaa, ada apa?” Shaleh               : “Anda harus ikut kami ke Rengasdengklok” Soekarno           : “Untuk apa aku ikut dengan kalian?” Wikana              : “Ini sudah jadi kesepakatan para pemuda Bung, kami akan membawa anda dan Bung Hatta ke Rengasdengklok” (IMPROVISASI DIPERBOLEHKAN) ANNOUNCER : Rombongan pemuda yang membawa Soekarno dan Hatta tiba di Rengasdengklok. Bung Hatta telah sampai terlebih dahulu sebelum Bung Karno. Keduanya dibawa ke sebuah

SEJARAH XI BAB IV “TIRANI MATAHARI TERBIT”

RANGKUMAN MATERI SEJARAH XI BAB IV  “TIRANI MATAHARI TERBIT” A.        Menganalisis Awal Pemerintahan “Saudara Tua” 1.        Penguasaan Kepulauan Indonesia Sejak pengeboman Pearl Harbour oleh angkatan udara Jepang pada 8Desember 1941, serangan terus dilancarkan ke angkatan laut Amerika Serikat   di Pasifik. Kemenangan pasukan Jepang seolah-olah tak dapat dikendalikan   dan pasukan itu berturut-turut menghancurkan basis militer Amerika. Selain   itu, serangan Jepang juga diarahkan ke Indonesia. Serangan terhadap Indonesia tersebut   bertujuan untuk mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang,   seperti minyak tanah, timah, dan aluminium. Sebab, persediaan minyak di   Indonesia diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama PerangPasifik. Pada Januari 1942, Jepang mendarat di Indonesia melalui Ambon dan seluruh Maluku Daerah Tarakan di Kalimantan Timur kemudian dikuasai olehJepang bersamaan dengan Balikpapan (12 Januari 1942). Jepang kemudianmenyerang Su

Drama Perundingan Para Pemuda mendesak Sukarno memproklamasikan kemerdekaan

Skenario Cerita: *)Perundingan para pemuda untuk mendesak Sukarno  memproklamasikan  kemerdekaan TOKOH : 1)       JENDERAL TERAUCHI 2)       Ir. SUKARNO 3)       MOH. HATTA 4)       RAJIMAN WEDYODININGRAT 5)       SUTAN SYAHRIR 6)       WIKANA 7)       DARWIS 8)       SUKARNI 9)       DR. BUNTARAN 10)    AHMAD SUBARJO 11)    IWA KUSUMANTRI Narasi: Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang berusaha memberikan Janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia ( 7 September 1945). Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukkan PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai: Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang diketuai Ir. Sukarno dengan wakilnya Drs. Moh. Hatta yang beranggotakan 21 orang . Narasi: 9 Agustus 1945 J. Terauchi memanggil Sukarno, Moh. Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat untuk pergi ke Dalat, Saingon salah satu pusat tentara Jepang. Percakapan: J. Terauchi