Perkembangan kehidupan politik dan Ekonomi Masa Demokrasi Parlementer/ Liberal (1950-1959) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
- PELAKSANAAN DEMOKRASI LIBERAL/ PARLEMENTER DAN PENGARUHNYA PADA KONDISI POLITIK DAN EKONOMI (1950-1959)
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan yang parlemennya memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensiil, sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, tetapi dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan.
Sistem parlemen dipuji, dibanding dengan sistem presidensial, karena kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan Republik Keempat Prancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini. Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah Inggris, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura dan sebagainya.
Ciri-ciri sistem parlementer
Pendalaman teori | Republik konstitusional | Monarki konstitusional | ||
---|---|---|---|---|
Presidensial | Semipresidensial | Parlementer | Parlementer | |
Kepala negara | Presiden | Raja/Ratu | ||
Kepala pemerintahan | Presiden | Perdana Menteri | ||
Sifat kepala negara | Populer | Seremonial | ||
Sifat kepala pemerintahan | Populer | Seremonial | Populer | |
Kekuasaan kepala negara | Pemisahan atau pembagian | Hanya pemisahan | ||
Masa jabatan kepala negara | ditentukan jangka waktu (maksimal 2 periode) | seumur hidup | ||
Masa jabatan kepala pemerintahan | ditentukan jangka waktu (maksimal 2 periode) | tidak ditentukan jangka waktu | ||
Masa pemilihan umum | ditentukan jangka waktu (4-6 tahun) | tidak ditentukan jangka waktu (3-5 tahun) | ||
Kekuasaan negara | Pemisahan atau pembagian | Hanya pemisahan | ||
Hak prerogratif untuk eksekutif | Presiden | Perdana Menteri | ||
Hak kekuasaan wilayah negara | Presiden | Perdana Menteri | ||
Hak pendapat menurut UUD/UU/peraturan diberlakukan/dicabut | Presiden | Perdana Menteri | ||
Tampilan kepala negara dalam kabinet | ya | tidak (kecuali ada undangan Perdana Menteri) | ||
Eksekutif tanggungjawab kepada legislatif | tidak | ya | ||
Eksekutif dijatuhkan legislatif | tidak | ya | ||
Posisi eksekutif | Partai politik dan profesional | Hanya Partai Berkuasa Mayoritas Parlemen (termasuk partai koalisi) | ||
Hubungan legislatif dan eksekutif | harus lepas dari jabatan legislatif | merangkap sebagai jabatan legislatif | ||
Posisi kedudukan legislatif dengan eksekutif | sejajar | legislatif lebih tinggi dibandingkan eksekutif | ||
Pembubaran legislatif oleh eksekutif | tidak | ya | ||
Keputusan kepala negara | tidak dapat diganggu gugat (keputusan mutlak) | dapat diubah melalui legislatif | ||
Keterlibatan kepala negara untuk hak partai politik/hak pemilih | ya | tidak | ||
Keterlibatan anggota keluarga kepala negara untuk hak partai politik/hak pemilih/anggota eksekutif | ya | tidak | ||
Jumlah keturunan dalam posisi kepala negara | tidak tentu | hanya satu | ||
Rangkap jabatan kepala negara | ya | tidak | ||
Pengusulan/Pengubah/Pengganti/Perbaikan UUD/UU/peraturan bersama dengan legislatif | Presiden | Perdana Menteri | ||
Pemilihan kepala negara | dipilih rakyat (langsung) atau parlemen (tidak langsung) | diwariskan turun temurun menurut UU | ||
Pemilihan kepala pemerintahan | dipilih rakyat (langsung) atau parlemen (tidak langsung) | ditunjuk Presiden | dipilih rakyat (langsung) atau parlemen (tidak langsung) | |
Hukuman kepada kepala negara | Pemakzulan | Dilucut haknya | ||
Hukuman kepada kepala pemerintahan | Pemakzulan | Mosi tak percaya | ||
Lingkungan Istana Negara | kalangan umum | pribadi | ||
Posisi elite/orang kaya | setara | dianggap bangsawan/feodal | ||
Pemilihan parlemen | tepat waktu | berubah-ubah sesuai dengan keputusan Perdana Menteri |
Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu:
- Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.
- Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-undang.
- Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
- Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
- Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif
- Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.
- parlemen sebagai pemegang kekuasaan di negara tersebut
Kelebihan dan kelemahan sistem parlementer
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
- Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
- Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
- Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
- Pembuatan keputusan memakan waktu yang cepat.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:
- Kedudukan badan eksekutif atau kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
- Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
- Masa pemilihan umum dapat berubah-ubah dengan jangka waktu tertentu.
- Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
- Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
Latar belakang munculnya masa demokrasi liberal adalah karena dua hal. (1). Bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang bersifat federal tidak cocok dengan hati rakyat Indonesia. (2). Bentuk negara federal justru akan melemahkan integrasi Indonesia. Untuk itulah, timbul usaha untuk mengembalikan Indonesia ke bentuk negara kesatuan. Pada 15 Agustus 1950, Perdana Menteri Kabinet RIS, Mohammad Hatta, menyerahkan mandatnya kepada Soekarno. Selanjutnya, pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dengan sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi ini, kabinet dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab terhadap parlemen. Presiden hanya berkedudukan sebagai kepala negara.
Kabinet Natsir
Partai : Masyumi
Masa Jabatan : 6 September 1950 – 21 Maret 1951
Keterangan : Berlangsungnya perundingan dengan Belanda mengenai Irian Barat (meskipun mengalami kegagalan). Kabinet jatuh karena adanya mosi dari PNI mengenai peraturah pemerintah No.39 Thn 1950 yang terlalu menguntungkan Masyumi.
Kabinet Soekiman Wirjosandjojo
Partai : Masyumi
Masa Jabatan : 27 April 1951 – 3 April 1952
Keterangan : Kabinet jatuh karena gugatan DPR mengenai pertukaran nota keuangan dengan Kedutaan Amerika berupa ikatan Mutual Security Act. Ikatan ini menyebabkan Indonesia sudah keluar dari prinsip politik bebas-aktif
Kabinet Wilopo (Zaken Kabinet)
Partai : PNI
Masa Jabatan : 3 April 1952 – 3 Juni 1953
Keterangan : Peristiwa 17 Okt 1952 yang dipicu karena adanya upaya menjadikan TNI sebagai alat sipil. Dipertentangkan oleh Kasad TNI. Peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan antara perusahaan asing dengan rakyat Deli.
Kabinet Ali Sastroamidjojo I
Partai : Koalisi PNI dan NU
Masa Jabatan : 31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955
Keterangan : Hasil utamanya adalah dilaksanakannya Konferensi Asia Afrika dan rancangan Pemilu pertama (29 Sept 1955). Terjadi keretakan dalam kabinet karena NU menarik diri dari koalisi. Selain itu, masalah integrasi Indonesia yang goyah.
Kabinet Burhanuddin Harahap
Partai : Masyumi
Masa Jabatan : 20 Maret 1956 – 4 Maret 1957
Keterangan : Terlaksananya pemilu dan kembalinya kerjasama dengan TNI AD Tidak mendapat cukup dukungan dalam pemilu.
Kabinet Ali Sastroamidjojo II
Partai : Koalisi PNI, Masyumi, dan NU
Masa Jabatan : 9 April 1957 – 5 Juli 1959
Program Rencana Pembangunan Lima Tahun dan pembatalan hasil KMB Terjadi kekacauan dalam segi ekonomi dan menteri-menterinya mengundurkan diri.
Kabinet Djuanda (Zaken kabinet)
Masa Jabatan : 9 April 1957 – 5 Juli 1959
Keterangan : Program Panca Karya dan munculnya peraturan laut melalui Deklarasi Djuanda Bubar setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Karena masa kerja atau usia kabinet yang hanya sesat, pelaksanan program kerja kabinet tidak mungkin berjalan maksimal, tuntas dan merata. Pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara di segala bidang tidak dapat terlaksana karena para pemimpin partai yang menjadi menteri hanya memikirkan kepentingan partainya. Hal inilah yang mendorong Soekarno untuk mengeluarkan dekrit presiden.
Suasana pertokoan di Indonesia di masa demokrasi liberal. (Sumber: kompasiana.com).
Sebagai “negara baru”, Indonesia masih harus banyak belajar dalam berbagai hal agar negaranya semakin kuat. Salah satunya adalah dalam bidang ekonomi. Di masa demokrasi liberal, sering terjadi perubahan kabinet yang ternyata berdampak pada kehidupan ekonomi Indonesia saat itu. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, ada beberapa kebijakan yang dilakukan antara lain:
- Gunting Syafruddin
Kebijakan ini merupakan pemotongan nilai uang. Caranya dengan memotong uang yang bernilai Rp2,50 ke atas hingga nilainya menjadi setengah. Kebijakan ini dikeluarkan pada tanggal 20 Maret 1950 oleh Menteri Keuangan saat itu, Syafruddin Prawiranegara. Kebijakan ini dilakukan dengan cara menggunting uang kertas menjadi dua bagian, bagian kanan dan bagian kiri. Guntingan uang kertas bagian kiri tetap merupakan alat pembayaran yang sah dengan nilai separuh dari nilai nominal yang tertera, sedangkan guntingan uang kertas bagian kanan ditukarkan dengan surat obligasi pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun kemudian. Kebijakan ini dilakukan pemerintah guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat dan menambah kas negara.
Ilustrasi kebijakan Gunting Syafruddin. Bagian kiri digunakan sebagai uang, bagian kanan bisa ditukarkan dengan obligasi. (Sumber: ekonomi.metrotvnews.com).
- Gerakan Benteng
Sistem ekonomi gerakan benteng bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Program ini dicetuskan oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo, seorang ahli ekonomi Indonesia, yang dituangkan dalam program kerja Kabinet Natsir. Pada dasarnya sistem ekonomi ini bertujuan untuk melindungi para pengusaha dalam negeri dengan cara memberikan bantuan berupa kredit dan bimbingan konkret. Sekitar 700 pengusaha dalam negeri telah mendapat bantuan kredit dari pemerintah. Namun, program ini tidak berjalan dengan baik karena kebiasaan konsumtif yang dimiliki oleh pengusaha dalam negeri. Banyak yang menggunakan dana kredit tersebut untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
Sumitro Djojohadikusumo. (Sumber: http://iluni-feb-ui.com).
- Sistem Ekonomi Ali Baba
Sistem ekonomi Ali Baba diprakarsai oleh Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo menteri ekonomi pada masa Kabinet Ali I. Kabinet ini fokus pada kebijakan Indonesia dan mengutamakan kaum pribumi. Kata “Ali” mewakili pengusaha pribumi dan “Baba” mewakili pengusaha Tionghoa. Program ini berisi pemberian kredit dan lisensi pemerintah untuk pengusaha swasta nasional pribumi agar dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi. Namun, program ini gagal karena pengusaha pribumi masih miskin dibandingkan pengusaha nonpribumi.
Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo. (Sumber: amazon.fr).
- Persetujuan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap dikirim seorang delegasi ke Jenewa, Swiss untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung tanggal 7 Januari 1956, adapun kesepakatan yang pada Finek adalah:
- hasil KMB dibubarkan.
- Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
- Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak. Pada tanggal 13 Februari 1956, Kabinet Burhanudin Harahap melakukan pembubaran Uni-Indonesia dan akhirnya tanggal 3 Mei 1956 Presiden Soekarno menandatangani pembatalan KMB.
- Gerakan Asaat
Gerakan Asaat yang digagas oleh Mr. Asaat bertujuan melindungi perekonomian warga Indonesia asli dari persaingan dagang dengan pengusaha asing khususnya Tionghoa. Pada Oktober 1956, pemerintah menyatakan akan membuat lisensi khusus untuk para pengusaha pribumi.
- Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Ketidakstabilan politik dan ekonomi menyebabkan merosotnya ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan. Pada awalnya kabinet menekankan pada program pembangunan ekonomi jangka pendek kemudian dibentuk Badan Perancang Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Pada bulan Mei 1956 biro ini menyusun RPLT. Kalau di saat ini, mungkin sebutan yang sering digunakan adalah Renstra (Rencana Strategis) mungkin, yaa...
- Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)
Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II terjadi ketegangan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena:
- adanya kesulitan dalam menentukan prioritas.
- Terjadi ketegangan politik.
- Timbul pemberontakan PRRI/ Permesta.
- Nasionalisasi Perusahaan Asing
Selain kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pada warga negara Indonesia, perkembangan kehidupan ekonomi Bangsa Indonesia di masa demokrasi liberal juga tidak lepas dari kehadiran perusahaan-perusahaan asing yang dijadikan menjadi milik pemerintah Indonesia atau lebih dikenal dengan nasionalisasi. Tahap ini dimulai sejak Desember 1958 dengan dikeluarkannya undang-undang tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda.
Beberapa perusahaan asing yang dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia di antaranya adalah Bank Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij (Bank Dagang Negara), Bank De Nationale Handelsbank N. V (Bank Umum Negara), N.V Nederlandsche Handels Maatschappij (Bank Exim), Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij/KNILM (Garuda Indonesia), dll.
Pesawat KNILM di salah satu bandara di Jawa. (Sumber: media-kitlv.library.leiden.edu).
- Nasionalisasi de Javasche Bank
Squad pernah jalan-jalan ke Kota Tua Jakarta lalu pergi ke Museum BI (Bank Indonesia)? Bangunan tersebut punya sejarah yang panjang sebagai saksi kehidupan ekonomi bangsa. Dulunya gedung itu milik Belanda, tepatnya milik de Javasche Bank.
Pada tanggal 19 Juni 1951, Kabinet Sukiman membentuk Panitia Nasionalisasi de Javasche Bank yang berdasarkan pada keputusan Pemerintah RI No. 122 dan 123. Pemerintah memberhentikan Dr. Houwing sebagai Presiden de Javasche Bank dan mengangkat Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai Presiden de Javasche Bank yang baru. Pada tanggal 15 Desember 1951 diumumkan Undang-Undang No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Sentral kemudian pada tanggal 1 Juli 1953, de Javasche Bank berganti menjadi Bank Indonesia.
de Javasche Bank di Batavia yang sekarang menjadi Museum Bank Indonesia di kawasan Kota Tua Jakarta. (Sumber: media-kitlv.library.leiden.edu).
DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959
Dekrit adalah sebuah istilah untuk menunjukkan adanya keputusan dari kepala
negara atau pemerintahan untuk menyudahi sesuatu. Isi dari dekrit yang menghentikan
demokrasi liberal parlementer ini adalah: (1). Pembubaran badan konstituante hasil pemilu 1955 (2). Pemberlakuan kembali UUD 1945 menggantikan UUDS 1950 (3). Membentuk MPRS yang terdiri dari DPR ditambah dengan para utusan daerah
dan golongan
Tujuan dari Soekarno mengeluarkan dekrit adalah karena dilatar-belakangi oleh: (1). Kegagalan konstituante untuk membuat UUD meskipun sudah berkali-kali
sidang. (2). Situasi politik dan ketidakstabilan keamanan dalam negeri semakin memburuk.
3. Konflik antar partai yang mengganggu kestabilan nasional.
4. Sikap menghalalkan segala cara dalam melaksanakan tujuan partai dalam
konstituante.
5. UUDS 1950 dan demokrasi liberal yang dianggap tidak cocok dengan kondisi
masyarakat.
6. Terjadinya gerakan pemberontakan dan separatis yang mengancam kedaulatan.
Adapun sisi positif dari dekrit ini adalah:
1. Perintah untuk kembali ke UUD 1945 telah memberikan pedoman yang jelas
untuk keberlangsungan negara.
2. Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
3. Merintis pembentukan lembaga-lembaga tinggi negara (MPRS dan DPAS) yang
tertunda pembentukannya pada masa Demokrasi Liberal.
- PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN DAN PENGARUHNYA PADA KONDISI POLITIK DAN EKONOMI (1959-1965)
Indonesia pernah beberapa kali berganti sistem pemerintahan. Setelah “mencoba” demokrasi liberal, Indonesia mengubah haluan sistem pemerintahannya ke sistem demokrasi terpimpin. Hal ini dimaksudkan agar seluruh keputusan serta pemikiran yang berkaitan dengan negara berpusat pada pemimpin negara saat itu, yaitu Soekarno. Masa Demokrasi Terpimpin dimulai sejak lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Pada 9 Juli 1959, Kabinet Djuanda dibubarkan dan diganti menjadi Kabinet Kerja yang dilantik pada 10 Juli 1959. Kabinet ini memiliki program kerja yang disebut Tri Program yang meliputi:
(1) masalah-masalah sandang dan pangan,
(2) keamanan dalam negeri, dan
(3) pengembalian Irian Barat.
Kebijakan-kebijakan politik yang terdapat dalam infografis di atas tentunya tidak lepas dari berbagai kecaman karena adanya penyimpangan. Seperti penetapan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Hmm, kok bisa? Waktu itu masih bisa, karena waktu itu UUD 1945 belum diamandemen, dan di Pasal 7 saat itu hanya disebutkan bahwa presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya boleh dipilih kembali. Wah, kalau sekarang tentu nggak bisa yaa.
Selain itu, keberadaan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) juga menuai kontroversi. Kenapa? Tidak lain karena pembentukannya dibuat langsung oleh presiden, bahkan diketuai olehnya. Padahal seharusnya, badan seperti MPRS dipilih melalui Pemilu (Pemilihan Langsung).
Kehidupan Indonesia di masa Demokrasi Terpimpin ini memicu terjadinya berbagai peristiwa penting. Peristiwa apa saja, bisa kamu cek di infografis di bawah ini ya, Squad!
Kondisi ekonomi pada masa awal Demokrasi Terpimpin sangat terpuruk akibat pemberontakan-pemberontakan yang terjadi. Untuk mengatasi keadaan ekonomi pada masa ini, sistem ekonomi berjalan dengan sistem komando, di mana alat-alat produksi dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai negara atau minimal di bawah pengawasan negara.
1. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Badan Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Upaya perbaikan perekonomian Indonesia dilakukan dengan pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada 15 Agustus 1959 yang dipimpin Moh. Yamin. Dapernas kemudian menyusun program kerjanya berupa pola pembangunan nasional yang disebut sebagai Pola Pembangunan Semesta Berencana dengan mempertimbangkan faktor pembiayaan dan waktu pelaksanaan pembangunan. Pola Pembangunan Semesta dan Berencana terdiri atas Blueprint tripola yaitu proyek pembangunan, pola penjelasan pembangunan dan pola pembiayaan pembangunan.
Moh. Yamin . (Sumber: http: wikipedia.id).
Moh. Yamin . (Sumber: http: wikipedia.id).
Pada tahun 1963, juga dibentuk Badan Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin Presiden Soekarno sebagai pengganti Depernas. Tugas Bappenas adalah menyusun rencana pembangunan jangka panjang maupun pendek.
2. Penurunan nilai uang
Untuk membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, pada tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah mengumumkan penurunan nilai uang. Gimana sih penurunan nilai uang tersebut? Sebagai contoh, untuk uang kertas pecahan Rp500 nilainya akan berubah menjadi Rp50 begitu seterusnya. Selain itu, semua simpanan di bank yang melebihi Rp25.000 akan dibekukan.
3. Melaksanakan Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi secara menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (Dekon). Tujuan dibentuknya Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari imperialisme. Meski begitu, dalam pelaksanaannya Dekon tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi, Dekon justru mengakibatkan perekonomian Indonesia stagnan. Masalah perekonomian diatur atau dipegang oleh pemerintah sedangkan prinsip-prinsip dasar ekonomi banyak diabaikan.
Deklarasi Ekonomi (Dekon) tahun 1963 oleh Bung Karno
Deklarasi Ekonomi (Dekon) tahun 1963 oleh Bung Karno
4. Pembangunan Proyek Mercusuar
Keadaan perekonomian semakin buruk karena pembengkakan biaya proyek mercusuar. Proyek Mercusuar Soekarno adalah proyek pembangunan ibukota agar mendapat perhatian dari luar negeri. Untuk memfasilitasi Ganefo (Games of the New Emerging Forces) sebagai tandingan dari Olimpiade, pemerintah membangun proyek besar seperti gedung CONEFO yang sekarang dikenal sebagai DPR, MPR, DPD DKI Jakarta, Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, pembangunan Monumen Nasional (Monas), dan pusat pertokoan Sarinah.
Peresmian Kompleks Olahraga di Senayan, oleh Bung Karno
Peresmian Kompleks Olahraga di Senayan, oleh Bung Karno
Pembangunan Kompleks Olahraga di Senayan, termasuk Gelora Bung Karno merupakan proyek yang ambisius pada saat itu. (Sumber: sejarahri.com).
1. Larangan pedagang asing di luar ibukota daerah
Dalam bidang sosial, pada masa Demokrasi Terpimpin pernah terjadi konflik antar pedagang asing, terutama Cina. Pada 1 Januari 1960, para pedagang asing dilarang berdagang di pedesaan. Akibatnya, banyak di antara mereka yang dipindahkan ke kota. Atas kebijakan tersebut pemerintah di Beijing memberikan reaksi keras terhadap usaha tentara Indonesia melarang warga negara asing (etnis Cina) bergerak dalam bidang usaha eceran diluar kota-kota besar.
2. Kerusuhan di Jakarta
Pada masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia, keadaan sosial Indonesia mulai kacau. Kedutaan besar Inggris dan 21 rumah stafnya dibakar habis di Jakarta. Sebagai balasan, kedutaan besar Indonesia di Malaysia juga mengalami kerusakan. Hal ini berujung pada pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura.
Soekarno ketika masa Demokrasi Terpimpin (Sumber: qudsfata.com).
3. Konflik Lekra dengan Manikebu
Dalam bidang kebudayaan, juga terdapat konflik Lekra dan Manikebu. Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) kelompok pendukung ajaran Nasakom sementara Manikebu (Manifesto Kebudayaan) adalah sekelompok cendekiawan yang anti dengan ajaran tersebut. Kelompok Manikebu mendukung Pancasila, namun tidak mendukung ajaran Nasakom. Manikebu tidak ingin kebudayaan nasional didominasi ideologi tertentu. Manikebu kemudian dilarang oleh pemerintah RI karena dianggap menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi. Tokoh-tokoh dalam Manikebu antara lain H.B. Jassin dan Taufiq Ismail.
4. Pelarangan musik dan tarian ala Barat
masa Demokrasi Terpimpin, segala aspek kehidupan masyarakat berada di bawah dominasi politik. Bahkan, kelompok seniman Koes Bersaudara (Koes Plus) juga pernah ditahan oleh pihak Kejaksaan karena dianggap memainkan musik yang kebarat-baratan. Melalui pidato-pidatonya, Presiden Soekarno mengecam kebudayaan Barat berupa musik “rock and roll”, dansa ala “cha-cha”, musik pop.
Sumber:
Andika Saputra
BalasHapusKls:XTBSM A
Do this hack to drop 2 lbs of fat in 8 hours
BalasHapusAt least 160000 women and men are utilizing a simple and SECRET "liquid hack" to burn 1-2 lbs each and every night in their sleep.
It's simple and works with anybody.
You can do it yourself by following these easy steps:
1) Grab a clear glass and fill it up half the way
2) And then follow this weight loss HACK
you'll become 1-2 lbs lighter the next day!
Falentino
BalasHapusRifandi
BalasHapusMuhammad Wirasaba
BalasHapusX tp
21
Dicky Kurniawan
BalasHapusXtpc
Farhan Boma
BalasHapusSolihin nurrohman
BalasHapusXtpc
32
Nur Rahmad w
BalasHapusX tpc
25
Nur Rahmad w
BalasHapusX tpc
25
RIZKY HARI RAMADHONY
BalasHapusX TPC
29
Cindrian
BalasHapusX TPA
10
Bayu dwi cahyono putra(9)
BalasHapusSubi nasrudin(34)
X TPA
Nas bangmo jr
BalasHapusX tpa
{29}
Dwi irawan
BalasHapusX TPA
13