Langsung ke konten utama

Sistem Kepercayaan

Sistem Kepercayaan Masyarakat Indonesia

Sistem Kepercayaan Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia, maka masyarakat Indonesia sebelum adanya pengaruh HinduBuddha juga telah mempercayai adanya kekuatan di luar diri mereka.
Dalam suasana untuk saling memahami, saling menghargai, tolong menolong dan bertanggung jawab, maka muncullah faktor baru, yakni pemimpin (ketua desa/datuk). Yang memegang pimpinan adalah ketua adat, yang dianggap memiliki kelebihan dari yang lain. Ia harus melindungi anggotanya dari serangan kelompok lain, atau ancaman binatang buas sehingga tercipta kemakmuran, kesejahteraan dan ketentraman. Pemimpin bekerja untuk kepentingan seluruh desa, maka masyarakat berhutang budi kepada pemimpinnya. Sifat kerja sama antara rakyat dan pemimpinnya membentuk persatuan yang kuat, memunculkan kepercayaan, yakni memuja roh nenek moyang, memuja roh jahat dan roh baik bahkan mereka percaya bahwa tiaptiap benda memiliki roh. Dengan demikian muncullah Animisme, Dinamisme, dan Totemisme.

a. Animisme
Setiap benda baik hidup maupun mati mempunyai roh atau jiwa. Roh itu mempunyai kekuatan gaib yang disebut mana. Roh atau jiwa itu pada manusia disebut nyawa. Nyawa itu dapat berpindah-pindah
dan mempunyai kekuatan gaib. Oleh karena itu, nyawa dapat hidup di luar badan manusia. Nyawa dapat meninggalkan badan manusia pada waktu tidur dan dapat berjalan kemanamana (itulah merupakan mimpi). Akan tetapi apabila manusia itu mati, maka roh tersebut meninggalkan badan untuk selamalamanya. Roh yang meninggalkan badan manusia untuk selamalamanya itu disebut arwah. Menurut kepercayaan, arwah tersebut hidup terus di negeri arwah serupa dengan hidup manusia. Mereka dianggap pula dapat berdiam di dalam kubur, sehingga mereka ditakuti. Bagi arwah orangorang terkemuka seperti kepala suku, kyai, pendeta, dukun, dan sebagainya itu dianggap suci. Oleh karena itu, mereka dihormati; demikian pula nenek moyang kita. Dengan demikian timbullah kepercayaan yang memuja arwah dari nenek moyang yang disebut Animisme. Karena arwah itu tinggal di dunia arwah (kahyangan) yang letaknya di atas gunung, maka tempat pemujaan arwah pada zaman Megalitikum, juga dibangun di atas gunung/bukit. Demikian pula pada zaman pengaruh Hindu/Buddha, candi sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang atau dewa dibangun diatas gunung/bukit. Sebab menurut kepercayaan Hindu bahwa tempat yang tinggi adalah tempat bersemayamnya para dewa, sehingga gambaran gunung di Indonesia (Jawa khususnya) merupakan gambaran gunung Mahameru di India. Pengaruh ini masih berlanjut juga pada masa kerajaan Islam, di mana para raja jika meninggal di makamkan di tempattempat yang tinggi, seperti rajaraja Yogyakarta di Imogiri dan rajaraja Surakarta di Mengadek. Hubungannya dengan arwah tersebut tidak diputuskan melainkan justru dipelihara sebaikbaiknya dengan mengadakan upacara-upacara selamatan tertentu. Oleh karena itu, agar hubungannya dengan arwah nenek moyang terpelihara dengan baik, maka dibuatlah patung-patung nenek moyang untuk pemujaan.

b. Dinamisme
Istilah dinamisme berasal dari kata dinamo artinya kekuatan. Dinamisme adalah paham/kepercayaan bahwa pada bendabenda tertentu baik benda hidup atau mati bahkan juga bendabenda ciptaan (seperti tombak dan keris) mempunyai kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci. Benda suci itu mempunyai sifat yang luar biasa (karena kebaikan atau keburukannya) sehingga dapat memancarkan pengaruh baik
atau buruk kepada manusia dan dunia sekitarnya. Dengan demikian, di dalam masyarakat terdapat orang, binatang, tumbuhtumbuhan, bendabenda, dan sebagainya yang dianggap mempunyai pengaruh baik dan buruk dan ada pula yang tidak. Benda-benda yang berisi mana disebut fetisyen yang berarti benda sihir. Benda-benda yang dinggap suci ini, misalnya pusaka, lambang kerajaan, tombak, keris,
gamelan, dan sebagainya akan membawa pengaruh baik bagi masyarakat; misalnya suburnya tanah, hilangnya wabah penyakit, menolak malapetaka, dan sebagainya. Antara fetisyen dan jimat tidak terdapat perbedaan yang tegas. Keduanya dapat berpengaruh baik dan buruk tergantung kepada siapa pengaruh itu hendak ditujukan. Perbedaannya, jika jimat pada umumnya dipergunakan/dipakai di badan dan bentuknya lebih kecil dari pada fetisyen. Contohnya, fetisyen panji Kiai Tunggul Wulung dan Tobak Kiai Plered dari Keraton Yogyakarta.

c. Totemisme
Adanya anggapan bahwa binatang-binatang juga mempunyai roh, itu disebabkan di antara binatang-binatang itu ada yang lebih kuat dari manusia, misalnya gajah , harimau, buaya, dan ada pula yang larinya lebih cepat dari manusia. Pendeknya, banyak yang mempunyai kelebihankelebihan dibandingkan dengan manusia sehingga ada perasaan takut atau juga menghargai binatangbinatang tersebut. Sebaliknya, banyak pula binatang yang bermanfaat bagi manusia, seperti kerbau, sapi, kambing, dan sebagainya. Dengan demikian, hubungan antara manusia dengan hewan dapat berupa hubungan permusuhan berdasarkan takutmenakuti dan ada pula hubungan baik, hubungan persahabatan bahkan hubungan keturunan (totemisme). Itulah sebabnya pada bangsabangsa di dunia terdapat kebiasaan menghormati binatangbinatang tertentu untuk dipuja dan dianggapnya seketurunan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Drama Detik-detik Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Prambanan (20/1) Naskah Drama Detik-detik Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Diambil dari berbagai sumber, oleh Wawan Teamlo) ditulis kembali oleh Atik ANNOUNCER : 15 Agustus 1945  Para Pemuda  mendesak Golongan Tua untuk memproklamasikan Indonesia gagal,  para pemuda lalu melaksanakan pertemuan di Jalan Cikini 71. Mereka lalu sepakat untuk menculik Soekarno-Hatta dan membawa mereka ke Rengasdengklok. Wikana              : (mengetuk pintu dengan keras) “Bung Karno, Bung Karno!” Soekarno           : (membuka pintu) “Iyaa, ada apa?” Shaleh               : “Anda harus ikut kami ke Rengasdengklok” Soekarno           : “Untuk apa aku ikut dengan kalian?” Wikana              : “Ini sudah jadi kesepakatan para pemuda Bung, kami akan membawa anda dan Bung Hatta ke Rengasdengklok” (IMPROVISASI DIPERBOLEHKAN) ANNOUNCER : Rombongan pemuda yang membawa Soekarno dan Hatta tiba di Rengasdengklok. Bung Hatta telah sampai terlebih dahulu sebelum Bung Karno. Keduanya dibawa ke sebuah

SEJARAH XI BAB IV “TIRANI MATAHARI TERBIT”

RANGKUMAN MATERI SEJARAH XI BAB IV  “TIRANI MATAHARI TERBIT” A.        Menganalisis Awal Pemerintahan “Saudara Tua” 1.        Penguasaan Kepulauan Indonesia Sejak pengeboman Pearl Harbour oleh angkatan udara Jepang pada 8Desember 1941, serangan terus dilancarkan ke angkatan laut Amerika Serikat   di Pasifik. Kemenangan pasukan Jepang seolah-olah tak dapat dikendalikan   dan pasukan itu berturut-turut menghancurkan basis militer Amerika. Selain   itu, serangan Jepang juga diarahkan ke Indonesia. Serangan terhadap Indonesia tersebut   bertujuan untuk mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang,   seperti minyak tanah, timah, dan aluminium. Sebab, persediaan minyak di   Indonesia diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan Jepang selama PerangPasifik. Pada Januari 1942, Jepang mendarat di Indonesia melalui Ambon dan seluruh Maluku Daerah Tarakan di Kalimantan Timur kemudian dikuasai olehJepang bersamaan dengan Balikpapan (12 Januari 1942). Jepang kemudianmenyerang Su

Drama Perundingan Para Pemuda mendesak Sukarno memproklamasikan kemerdekaan

Skenario Cerita: *)Perundingan para pemuda untuk mendesak Sukarno  memproklamasikan  kemerdekaan TOKOH : 1)       JENDERAL TERAUCHI 2)       Ir. SUKARNO 3)       MOH. HATTA 4)       RAJIMAN WEDYODININGRAT 5)       SUTAN SYAHRIR 6)       WIKANA 7)       DARWIS 8)       SUKARNI 9)       DR. BUNTARAN 10)    AHMAD SUBARJO 11)    IWA KUSUMANTRI Narasi: Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang berusaha memberikan Janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia ( 7 September 1945). Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukkan PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai: Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang diketuai Ir. Sukarno dengan wakilnya Drs. Moh. Hatta yang beranggotakan 21 orang . Narasi: 9 Agustus 1945 J. Terauchi memanggil Sukarno, Moh. Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat untuk pergi ke Dalat, Saingon salah satu pusat tentara Jepang. Percakapan: J. Terauchi